Popular Post

Jejak canting cap Pekalongan sejak 1980-an

By : Unknown

Di Kota Pekalongan, tempat saya dilahirkan dan dibesarkan saya mengenal Canting Cap dari kecil karena memang kebetulan kakek saya (Alm) juga menggeluti usaha dibidang ini. Ketika saya duduk dibangku SD dulu, banyak orang datang ke rumah saya untuk membeli ataupun menjual Canting cap di kakek saya. Dan semenjak kakek saya meninggal dunia hampir tidak pernah saya jumpai lagi canting cap dan orang-orang yang berdatangan di rumah saya karena memang semenjak itu usaha tersebut makin merosot. 

 

Ada perasaan menyesal karena saya belum sempat mempelajari usaha ini karena dulu saya masih kecil sob, padahal yang ada di otak saya detik ini usaha ini mempunyai potensi yang besar jika saya setidaknya dulu saya sempat belajar. Apa boleh buat sob, takdir berkata lain, hingga kini saya masih awam sama yang namanya Canting Cap. Tapi saya masih berusaha belajar sob.



Pekalongan,  Jawa Tengah, tidak hanya terkenal sebagai pusat produksi batik. Kota ini juga memiliki sentra produksi dan penjualan canting, pendukung bisnis batik yang berkembang pesat di Pekalongan. Memang, alat yang namanya canting itu memegang peranan penting dalam industri batik, baik batik tulis maupun batik cap.

Sentra canting terletak di Kelurahan Landungsari, Kecamatan Pekalongan Timur, tempat tinggal saya sob. Tepatnya di sepanjang Jalan HOS Cokroaminoto. Dibutuhkan waktu sekitar dua jam untuk mencapai lokasi itu, jika Anda berkendara dari Semarang.

Keberadaan sentra para pembuat canting itu ditandai dengan adanya replika canting di setiap gang. Salah seorang pembuat canting cap adalah Hamzah. Pria 26 tahun ini mengaku, baru memulai bisnis pembuatan canting cap sejak 2012. “Saya mewarisi jejak bapak saya yang sampai sekarang masih membuat canting,” ujarnya.

Kata Hamzah, Landungsari sudah terkenal sebagai sentra canting cap sejak 1980-an. Saat itu, jumlah perajin canting hanya sekitar 10 orang. Seiring waktu, jumlah perajin terus bertambah, hingga kini ada sekitar 200 warga yang pekerjaanya membuat canting cap. “Rata-rata, mereka membuat canting di rumah. Tapi, saya sendiri bikin di kios ini,” tuturnya.

Hamzah hanya membuat canting cap. Namun di kiosnya, ia juga menjual canting tulis atau biasa disebut canting nyamplung, serta wajan untuk tinta batik, dan kompor kecil untuk memanaskan lilin atau malam.
Dibantu tiga karyawannya, Hamzah bisa menghasilkan sekitar 20 canting cap per bulan. Harga canting dari Rp 100.000 hingga Rp 1 juta.

Ia mengaku, bisa mengatongi omzet Rp 15 juta tiap bulan. Sebab, selain menjual peralatan membatik, ia juga menawarkan jasa perbaikan canting cap. Jika sudah lama digunakan, biasanya ada bagian canting yang copot atau berkarat. "Dengan tarif Rp 40.000-Rp 100.000, canting cap bisa dibuat seperti baru," ucap Hamzah.

Perajin canting lainnya, Slamet Azis bilang, produsen canting di sentra ini terus bertambah, karena permintaan tak pernah surut. Maklum, jumlah perajin batik di Pekalongan juga mencapai ribuan. "Sebelum tahun 1980-an, produsen batik di Pekalongan beli canting cap dari luar kota, seperti Solo atau Yogyakarta. Hingga kemudian, warga di sini bikin canting sendiri," kisahnya.
Menurut Slamet, semua perajin canting di Landungsari hanya menghasilkan canting cap. Ini lantaran keuntungan dari menjual canting cap lebih besar ketimbang canting tulis.

Canting tulis hanya dijual seharga Rp 3.000-Rp 5.000, sedangkan canting cap bisa dibanderol hingga jutaan rupiah. “Omzet saya rata-rata Rp 10 juta dari bisnis canting cap,” ungkap Slamet. Selain bisnis warisan, ada juga pembuat canting karena pengaruh lingkungan.

Contohnya Nur Hadi. Ia bilang, ia tertarik menggeluti usaha pembuatan canting lantaran tetangganya rata-rata berprofesi sebagai pembuat canting. "Saya belajar dari mereka, dan mulai 2002 lalu, saya mulai memproduksi canting di halaman rumah," kisahnya. Dalam sebulan, pria yang akrab disapa Hadi ini bisa mengerjakan sepuluh buah canting cap.
Tag : ,

Sejarah Sepak Bola Pekalongan

By : Unknown

Halo sobat blogger, Postingan yg ke-2 ini saya akan membahas sedikit mengenai Sejarah Sepak Bola di Kota Pekalongan. Bagi kalian orang Pekalongan wajib baca yaa biar tahu sejarah kota tercinta ini. :)


Sepakbola sebagai olahraga rakyat kehadirannya di Pekalongan ternyata mempunyai sejarah yang cukup panjang. Ini bisa dirunut sejak jaman kolonial SEKITAR TAHUN 1920 JAUH SEBELUM pssi BERDIRI (1930) bola sudah menjadi kegiatan yang banyak di tonton warga,kala itu klub asal eropa yaitu dari Austria,sempat bertanding dengan sebuah tim lokal di alun-alun kota pekalongan dan salah satu klub tertua di pekalongan yang pernah tercatat adalah THH,sebuah klub milik warga Tionghoa.

Hebatnya lagi sebagaimana tercatat dalam buku Voetbal 40 Jarr in Nederlands indie,1894-1934 karya W.Berrety. THH merupakan salah satu klub asal Pekalongan yang mengikuti kompetisi yang diadakan NIVU ( Nederlandsche Indishe Voetbal Unie ) atau perkumpulan sepakbola yang diadakan oleh Hindia Belanda.
Tidak mengherankan bila tapak sejarah itu kini mulai dirintis kembali oleh laskar kalong Persip yang mampu menembus level Divisi Utama.

Hadirnya Olahraga Sepakbola di Kota Pekalongan,memang memiliki sejarah yang panjang dan cukup mengakar.pada dekade 1950 – 1960,prestasi sepakbola Pekalongan mulai terangkat naik. Kesebelasan Persip waktu itu,selalu menjadi langganan uji coba Tim Nasional Indonesia asuhan pelatih legendaris Toni Poganic, demikian ungkap pemain legendaris Persip Pekalongan dan juga mantan Pemain Nasional Mubarak Sulaiman.

Menurutnya,”Persip selalu menjadi pilihan uji coba kesebelasan nasional. Pardeteks dan Persija yang waktu itu juara Perserikatan sering meminta ujicoba sebelum mereka melakoni pertandingan internasional di jepang,” ungkapnya.

Sementara lapangan stadion menjadi lokasi ajang pertandingan Persip kala itu dengan Putra Parahiyangan Bandung,Persebaya,PSM Makasar,PSIS Semarang,UMS 80,Jayakarta dan mahesa Jakarta. Diakauinya,dahulu setiap hari jumat hampir pasti ada pertandingan melawan klub-klub besar tanah air di stadion kraton.

Seringnya Persip melakukan pertandingan itulah akhirnya terpantau bisa masuk Tim Nasional.

Meski kala itu belum ada Televisi seperti sekarang,tapi antusiasme warga pekalongan terhadap sepakbola sangat tinggi. Waktu itu sepakbola sangat di gandrungi merata hampir setiap kampung.

Bahkan warga mulai dari batang hingga Comal pemalang,selalu berduyun-duyun datang ke stadion Kraton dengan naik oplet,”gelinding” atau dokar dan sebagian lagi naik sepeda onthel,ungkap Mubarak Sulaiman Kelip yang kini tinggal di salah satu rumah di jalan H.Agus Salim.

DISEGANI


Tak hanya Persip yang menjadi idola kala itu,tapi juga klub sepakbola yang juga sangat disegani oleh tim dari luar pekalongan. Seperti kesebelasan Al-Hilal dan POP,kedua klub ini memiliki segudang pemain berbakat,yang kemudian beberapa orang diantaranya memperkuat timnas Indonesia.

Menurut Farid Akhwan budayawan yang tinggal di pekajangan,mengatakan” cukup banyak pemain-pemain legendaris PS.POP yang ngetop waktu itu seperti Kasmuri dan beerapa pemain hebat lainnya,kita mengenal kakaknya Kasmuri yaitu Wahyono yang bermain sebagai gelandang. Lalu Sukirman kanan dalam. Barki kiri luar. Barki ini mengingatkan kita pada Ryan Giggs pemain sayapnya MU. Juga ada Slamet palang pintu POP.ada Babud,back kanan handal. Djasdan yang gayanya perti Edwin Van de Sar,kipernya tim Nasional Belanda”’papar Farid yang juga mantan politisi serta anggota DPR.

Demikian dengan PS-Al-hilal,yang sebagian besar pemainnya keturunan Arab. Klub yang mempunyai markar di lapangan sorogenen ini,sangat hebat dan disegani. Salah satu pemain yang terkenal dengan permainan bolanya ala Brazil. Dan pemain-pemain legendarisnya,ada Dillah,Ali Kelip (mantan rektor Unissula), dan yang terlupakan pastilah Saleh Saqbal,kiper handal Al-Hilal yang pernah menggagalkan tendangan geledeknya Ramang bersama PSM Makassar saat bermain distadion Kraton Pekalongan melawan PS Al-Hilal Pekalongan”’tandas Farid.

Dulu mereka hebat,karena sepakbola benar-benar dikelola dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik. Seperti layaknya diposisikan sebagai “industri hiburan”. Dan dikelola dan dipimpin oleh orang-orang yang bener-bener mengerti soal falsafah sepakbola,tambah farid.

Jejak kejayaan sepakbola itu sepertinya kembali melakukan reinkarnasi,meski tak sehebat dulu. Ini dibuktikan dengan masuknya Persip ke Divisi Utama,dengan demikian diharapkan Laskar Kalong saat ini bisa meneruskan prestasi Kasmuri dan Mubarak Kelip,menjadi anggota Tim Nasional Garuda kita.

STADION KRATON PEKALONGAN

Stadion utama yang dimiliki Kota Pekalongan ini terletak di Jl. Perintis Kemerdekaan Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Stadion ini adalah kandang dari kesebelasan Persip Pekalongan yang dapat menampung sekitar 20.000 penonton.


Kondisi Sekarang
Tribun : C+
Tempat duduk : C+
Fasilitas : C+
Rumput : C+
Drainase : C+
Penerangan : C+
Papan Skor : C+
Kondisi : B

Dan ini sedikit Foto yang saya ambil dari Internet, berhubung saya belum punya foto sendiri saya ambil dari internet. Lain waktu akan saya update foto yang hasil jepretan saya sendiri sob. :)




Tag : ,

Mengenal Kota Pekalongan, The World’s City of Batik.

By : Unknown

Sobat blogger, berhubung saya ini orang Pekalongan dan planing saya blog ini bakal saya isi dengan artikel-artikel mengenai Kota Pekalongan maka dari itu saya awali dengan mem-posting Sejarah Kota Pekalongan. 


Dan tahu gak sob? walaupun saya ini orang Pekalongan jujur saya kurang tahu banget sama sejarah Kota Pekalongan :D Nhah... dengan penuh harap saya jadi tahu sejarahnya dengan posting Sejarah Kota Pekalongan pada hari ini. Sobat blogger yang mungkin masih baca entah itu orang Pekalongan atau bukan mari kita simak lebih lanjut yaaaakk, bareng-bareng kita belajar sejarah. Ayook keluarin buku catetan kalian. :)

Pada Tanggal 1 April kemarin Kota Pekalongan merayakan hari jadinya yang ke-107. Pada hari itu Kota Pekalongan bertransformasi dari ”sekedar” Kota Batik menjadi The World’s City of Batik. Sebagai kota yang memiliki banyak pengrajin batik, nama kota ini tidak sementereng Yogyakarta ataupun Solo. Pekalongan?
Kota Pekalongan adalah kota yang terletak di utara Pulau Jawa, berdekatan dengan kota Pemalang, Tegal dan Semarang. Kota ini memang kota yang tidak terlalu besar sehingga banyak orang sulit untuk mengetahui dimana tempatnya. Kota Pekalongan berada di propinsi Jawa Tengah yang beribukotakan Semarang. Sebagai kota yang berada di Propinsi Jawa Tengah bisa dipastikan penduduknya menggunakan bahasa Jawa sebagai penghubung komunikasinya sehari-hari. Bahasa Jawa logat Pekalongan agak sedikit berbeda dengan bahasa Jawa lain seperti Jogja atau Solo yang cenderung lebih halus.

Pekalongan, sebuah nama yang unik. Bagaimana asal usul nama kota ini? Nama Pekalongan berasal dari nama Topo Ngalongnya Joko Bau (Bau Rekso) putra Kyai Cempaluk yang dikenal sebagai pahlawan daerah Pekalongan. Di kemudian hari ia menjadi pahlawan kerajaan Mataram, yang konon ceritanya berasal dari Kesesi, Kabupaten Pekalongan. Suatu ketika, ia disuruh oleh pamannya Ki Cempaluk untuk mengabdi kepada Sultan Agung, raja Mataram. Joko Bau mendapat tugas untuk memboyong putri Ratansari dari Kalisalak Batang ke istana, akan tetapi Jaka Bau jatuh cinta pada putri tesebut.

Sebagai hukumannya Jaka Bau diperintah untuk mengamankan daerah pesisir yang terus diserang oleh bajak laut cina. Ia kemudian bersemedi di hutan gambiran, setelah itu Joko bau berganti nama menjadi Bau Rekso dan mendapat perintah dari Sultan Agung untuk mempersiapkan pasukan dan membuat perahu untuk membentuk armada yang kemudian melaksanakan serangan terhadap kompeni yang ada di Batavia ( 1628 dan 1629). Setelah mengalami kegagalan Bau Rekso memutuskan untuk kembali dan bertopo ngalong (bergelantung seperti kelelawar) di hutan gambiran. Di dalam tapanya tersebut tak ada satupun yang bisa mengganggunya termasuk Raden Nganten Dewi Lanjar (Ratu Segoro Lor) dan prajurit silumannya. Pada akhirnya, karena kekuatan goibnya yang luar biasa maka Dewi Lanjar pun bertekuk lutut dan akhirnya Dewi Lanjar dipersunting Joko Bau.

Satu-satunya yang bisa mengganggu topo ngalongnya Joko Bau adalah Tan Kwie Djan yang mendapat tugas dari Mataram, kemudian Tan Kwie Djan dan Joko Bau sowan ke Mataram untuk menerima tugas lebih lanjut. Dari asal topo ngalong inilah kemudian timbul nama Pekalongan. Munculnya nama Pekalongan menurut versi ini seputar abad XVII pada era Sultan Agung dan dalam sejarah Bau Rekso dinyatakan gugur pada tanggal 21 September 1628 di Batavia dalam peperangan melawan VOC. Tempat topo ngalongnya Joko Bau tersebut dipercayai tempatnya berbeda-beda antara lain di Kesesi, Wiradesa, Ulujami, Comal, Alun-alun Pekalongan dan Slamaran.

Berbagai Asal Kata “Pekalongan”

Nama Pekalongan semula dari daerah Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur. Sejak jaman Majapahit nama Pekalongan sudah ada di daerah tersebut dan orang-orang di tempat itu pun banyak yang pindah ke lain tempat dan kemudian nama Pekalongan digunakan untuk nama sebuah kecamatan di kota Netro Lampung.

Kata Pekalongan, asal kata pek dan along. Kata pek artinya teratas, pak de (si wo), luru (mencari, apek) sedang kata along yang artinya halong dalam bahasa sehari-hari nelayan yang berarti dapat banyak. Kemudian kata Pek-Along artinya mencari ikan di laut dapat hasil. Dari Pek Halong kemudian menjadi A-PEK-HALONG-AN (Pekalongan). Okeh masyarakat Pekalongan sendiri kata Pekalongan dikromokan menjadi PENGANGSALAN (angsal = dapat). Kemudian dijadikan lambang Kota Pekalongan yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Besar Pekalongan tertanggal 29 Januari 1957 dan diperkuat dengan Tambahan Lembaran Daerah Swatantra Tingkat 1 Jawa Tengah tanggal 15 Desember 1958 seri B Nomer 11 kemudian disahkan oleh Mentri Dalam Negeri dengan Keputusanya Nomer: Des./9/52/20 tanggal 4 Desember 1958 serta mendapatkan persetujuan Pengusaha Perang Daerah Tertorium 4 dengan surat Keputusannya, Nomer : KPTSPPD/ 00351/11/1958 tanggal 18 November 1958.

Kata Pekalongan, asal kata pek dan kalong. Kata kalong dalam bahasa Jawa dianggap berasal dari kata dasar elong artinya mengurangi, dan dalam bentuk pasif kalong yang berarti berkurang. Sementara kata pek atau amek, seperti yang tercermin dalam ungkapan kata amek iwak (menangkap ikan), diduga berkaitan dengan bahasa nelayan lokal. Adapun kata kalong bisa berarti pula sejenis satwa kelelawar besar yang secara simbolis diartikan sebagai kelompok rakyat kecil atau golongan orang tertentu yang suka keluar (untuk bekerja) dari rumah pada malam hari (nelayan).

Lambang Kota Praja Pekalongan tempo dulu yang disahkan pemerintah Hindia Belanda dengan “Keputusan Pemerintah“ (Gouvernements Besluit) Tahun 1931 Nomer 40 dan menurut keterangan Dirk Ruhl Jr dalam nama ”Pekalongan” berasal dari perkataan “along”, artinya banyak atau berlimpah-limpah, lancar, beruntung, berkaitan dengan penangkapan ikan (hasil laut) dengan menggunakan pukat tarik. Dengan demikian sesuai dengan motto yang tertulis dibawah perisai lambang Kota Praja Pekalongan (jaman doeloe) berarti : “pek” (pa)-along–an” yakni tempat ditepi pantai untuk menangkap ikan dengan lancar dengan menggunakan pukat tarik (jala).

Menurut Kyai Raden Masrur Hasan, keturunan Sunan Sendang yaitu R. Nur Rochmad di Sendangduwur Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan, Pekalongan berasal dari istilah para santri kalong karena tidak bermukim di pesantren di bawah asuhan R. Joko Cilik yang akhirnya juga disebut sebagai mbah Mesjid

Dari asal kerajaan bernama “Pou-Kia-Loung” kemudian menjadi kata Pekalongan dan menurut naskah kuno Sunda dari akhir abad ke 16, koleksi perpustakaan “Bodlain” di Inggris. Di dalam naskah tersebut menceritakakan perjalanan “Bujangga Manik” orang pertama terpelajar dari Sunda, mengunjungi beberapa daerah di Pulau Jawa, diantaranya beberapa tempat di kawasan Brebes, Pemalang, Batang, dan Pekalongan. Kendati tidak singgah di Pekalongan namun dalam penuturan perjalanannya di empat daerah ini Sang Bujangga tidak lupa menyebut nama Pekalongan. Penyebutan nama Pekalongan dalam naskah Bujangga Manik tersebut dapat dipandang penyebutan nama Pekalongan paling tua dalam naskah pribumi.

Nama Kota Pekalongan ternyata juga disebut dalam sumber sejarah kuno asal Tiongkok pada dinasti Ming. Sumber ini menuturkan bahwa pada tahun ke tujuh masa pemerintahan “Kaisar- Siouenteh” (tahun masehi 1433) orang Jawa telah datang mempersembahkan upeti dan memberikan sebuah keterangan pertama jaman “Youen-Khang dari masa pemerintahan Kaisar Siouen-ti” dari dinasti Han. Di negeri mereka terapat tiga jenis penduduk. Pertama, orang-orang Tionghoa, bertempat tinggal untuk sementara waktu, pakaian dan makanan mereka bersih dan sehat. Kedua, para pedagang dari negeri-negeri lain yang telah lama menetap, mereka ini juga sopan santun dan bersih. Ketiga, adalah penduduk pribumi, yang yang dituturkan sangat kotor dan makan ular, semut dan serangga, perwujutannya gelap kehitam-hitaman. Satu hal yang aneh adalah karena mereka berpandangan sebagai kera dan berjalan dengan kaki telanjang. Jika ayah atau ibu mereka meninggal, mereka dibawa ke hutan belantara dan kemudian dibakar. Salah satu kerajaan mereka dinamakan “Pou-Kia-Loung”. Disamping itu ada orang yang menyebutnya Hie Kiang atau Choun-Ta. Menurut “Prof. D.G. Schlerel” dalam bukunya berjudul “Iets Omt ent De Betrikkinoen Der Chinezen Met Java, voornDe Komst Der Europennen Aldo“ termuat dalam majalah Tijdsct-ift voor Indische Taal Land-En Volkenkumdell, jilid XX Tahun 1873, yang dimaksud kerajaan “Pou-Kia-Loung“ dalam sumber sejarah dinasti “Ming” tersebut adalah Pekalongan.
Tetapi masih ada beberapa versi lain tentang terciptanya nama kota Pekalongan, yaitu sebagai berikut:

LEGOK KALONG

Dalam lakon Ketoprak yang pernah dipagelarkan di Pekalongan oleh Siswo Budoyo, lakonnya diambil dari hasil karya R.Soedibyo Soerjohadilogo, diantaranya mengisahkan peristiwa keberhasilan Joko Bau putra Kyai Cempaluk memenggal kepala JP Coon (VOC). Kepala tersebut dibawanya pulang untuk disowankan kepada Sultan Agung dan dalam perjalanan direbut oleh Mandurarejo. Karena tidak mempunyai cukup bukti maka Joko Bau bertapa kembali di daerah selatan Pekalongan. Dari kata Legok Kalong inilah kemudian timbul nama Pekalongan di desa “Legok Kalong” dari nama desa itu kemudian menjadi Pekalongan.

KALINGGA

Konon sebagian masyarakat Pekalongan beranggapan bahwa letak Kerajaan Kalingga adalah di desa Linggoasri, Kecamatan Kajen, Kabupaten Pekalongan. Dari Kalingga inilah kemudian dihubungkan dengan kata Kaling, Keling, Kalang dan akhirnya menjadi Kalong. Akhirnya dari kata Kalong tersebut kemudian timbulah nama Pekalongan, karena Kerajaan Kalingga itu dikenal pada abad VI-VII, maka timbulnya nama Pekalongan menurut versi ini seputar abad VI dan VII.

Kalong ( Kelelawar)

Pekalongan berasal dari kata Kalong (Kelelawar), karena di Pekalongan dulunya banyak binatang kelelawar/kalong, terutama di Kesesi tempat kelahiran Joko Bau putra Kyai Cempaluk. Dalam versi yang sama tetapi berbeda tempat, dikisahkan bahwa di sepanjang kali Pekalongan (Kergon), di tempat tersebut dulunya ada pohon slumpring dan banyak kelelawarnya begitu juga di Kelurahan Kandang Panjang, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan terdapat banyak pohon randu gembyang dan banyak dihuni kelelawarnya dan dijadikan pedoman bahwa daerah yang banyak dihuni kelelawar adalah daerah pantai. Dari banyaknya kelelawar (kalong) tersebut kemudian berubah menjadi nama Pekalongan. Nama pekalongan tersebut dikenal seputar abad ke XVII (jamannya Bau Rekso).

KALANG

Asal kata Pekalongan berasal dari kalingga dan berubah menjadi kata keling kemudian berubah lagi menjadi kalang. Kata kalang tersebut ada beberapa pengertian yaitu hilir mudik, nama sejenis ijan laut Cakalang, gelanggang, sekelompok, atau diasingkan ke/di selong. Didalam salah satu cerita rakyat daerah Pekalongan ada hutan/semaksemak yang banyak setan/siluman dan tempat tersebut sangat ditakuti oleh siapapun, kemudian tempat tersebut dipergunakan untuk pembuangan sebagai hukuman bagi orang–orang yang membangkang atau membahayakan pada kerajaan Mataram. Dari kata kalang tersebut kemudian menjadi Pekalongan.

Dari berbagai macam asal usul nama kota ini terbukti bahwa Kota Pekalongan telah lama berdiri sehingga tidak ada keraguan lagi untuk mengenalnya lebih dalam. Sejalan dengan rebrandingnya sebagai The World’s City of Batik maka Kota Pekalongan siap menyambut kedatangan Anda untuk menikmati “atmosfir” batik di kota ini.

Tag : ,

- Copyright © Kota Pekalongan - DINASTY - Powered by Blogger - Designed by Lalu Dinasty -